Pedoman & Kriteria Penyensoran

KUTIPAN
PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 7 TAHUN 1994
TENTANG
LEMBAGA SENSOR FILM

BAB III
PEDOMAN DAN KRITERIA PENYENSORAN

Bagian Pertama
U m u m

Pasal 18

(1) Penyensoran film dan reklame film dilakukan untuk melindungi masyarakat dari kemungkinan dampak negatif yang timbul karena peredaran, pertunjukan dan/atau penyiaran/penayangan film dan reklame film yang tidak sesuai dengan dasar, arah dan tujuan perfilman Indonesia.

(2) Penyensoran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), adalah untuk mencegah agar film dan reklame film tidak mendorong khalayak untuk:

a. bersimpati terhadap sikap anti Tuhan dan anti agama, serta melakukan penghinaan terhadap salah satu agama yang dapat merusak kerukunan hidup antar-umat beragama;

b. bersimpati terhadap ideologi yang bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;

c. melakukan perbuatan tercela dan hal-hal yang bersifat amoral;

d. melakukan perbuatan yang bertentangan dengan ketertiban umum dan perbuatan melawan hukum lainnya.

(3) Selain hal sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), penyensoran dimaksudkan pula sebagai sarana pemelihara tata nilai dan budaya bangsa agar dapat terjaga dan berkembang sesuai dengan jati diri bangsa dan kepribadian nasional Indonesia, mengingat melalui film dan reklame film dapat masuk pengaruh-pengaruh budaya dan nilai-nilai negatif.

(4) Penyensoran dimaksudkan juga untuk menumbuhkan kemampuan kreativitas yang disertai pengendalian diri komunitas perfilman, baik bagi yang membuat maupun yang memasukkan film ke Indonesia sebagai perwujudan tanggung jawabnya terhadap masyarakat.

Bagian Kedua
Pedoman Penyensoran

Pasal 19

(1) Penyensoran dilakukan dengan memeriksa dan meneliti film dan reklame film dari segi-segi :

a. Keagamaan;

b. Pendidikan;

c. Sosial Budaya;

d. Politik dan Keamanan;

e. Ketertiban Umum.

(2) Unsur-unsur film dan reklame film yang dinilai dari segi Keagamaan, adalah :

a. yang memberikan kesan anti Tuhan dan anti agama dalam segala bentuk dan manifestasinya;

b. yang dapat mengganggu kerukunan hidup antar-umat beragama di Indonesia;

c. yang mengandung penghinaan atau pelecehan terhadap salah satu agama yang diakui di Indonesia.

(3) Unsur-unsur film dan reklame film yang dinilai dari segi Pendidikan, adalah :

a. yang bertentangan dengan perkembangan jiwa anak;

b. yang mengandung propaganda anti sekolah dan belajar;

c. yang dapat merugikan dan merusak ahlak dan budi perkerti;

d. yang dapat mengarahkan simpati penonton terhadap perbuatan amoral dan jahat beserta pelaku-pelakunya.

(3) Unsur-unsur film dan reklame film yang dinilai dari segi Sosial Budaya, adalah :

a. yang dapat merusak, membahayakan, dan tidak sesuai dengan norma-norma kesopanan umum di Indonesia;

b. yang mengandung ejekan dan/atau merendahkan dan/atau yang dapat menimbulkan tanggapan keliru terhadap nilai budaya/lokal maupun adat istiadat yang berlaku di Indonesia;

c. yang memberikan gambaran keliru tentang perkembangan sosial budaya di Indonesia;

d. yang dapat merugikan dan/atau merusak akhlak dan budi pekerti masyarakat

e. yang mengekpose budaya global yang tidak sesuai dengan nilai budaya, nilai agama, nilai moral dan jatidiri bangsa.

(4) Unsur-unsur film dan reklame film yang dinilai dari segi Politik dan Keamanan, adalah :

a. yang mengandung propaganda ideologi dan nilai-nilai yang bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;

b. yang mengandung ajaran dan/atau pujaan atas kebenaran komunisme, Marxisme/Leninisme, Maoisme, kolonialisme, imperialisme, dan fasisme;

c. yang dapat mengarahkan simpati penonton terhadap hal-hal tersebut pada butir b di atas;

d. yang dapat merangsang timbulnya ketegangan sosial politik; atau

e. yang dapat melemahkan Ketahanan Nasional dan/atau merugikan kepentingan nasional;

f. yang mendiskreditkan Pemerintah dan/atau mendorong perlawanan terhadap Pemerintah sehingga dapat menimbulkan gangguan keamanan.

(5) Unsur-unsur film dan reklame film yang dinilai dari segi Ketertiban Umum, adalah :

a. yang mempertontonkan adegan-adegan kejahatan yang mengandung :

1. modus operandi kejahatan secara rinci dan mudah menimbulkan rangsangan untuk menirunya;
2. dorongan kepada penonton untuk bersimpati terhadap pelaku kejahatan dan kejahatan itu sendiri; atau
3. kemenangan kejahatan atas keadilan dan kebenaran.

b. yang memperlihatkan kekejaman dan kekerasan secara berlebih-lebihan;

c. yang menitik beratkan cerita dan/atau adegan sensual, erotis, senggama dan permasalahan seks semata-mata;

d. yang dapat mendorong sentimen kesukuan, keagamaan, asal keturunan dan antar-golongan (SARA);

e. yang menggambarkan dan membenarkan penyalahgunaan dan/atau kenikmatan narkotika dan obat-obat terlarang lainnya;

f. yang mengandung hasutan untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang melawan hukum.

(6) Pedoman dan Kriteria Penyensoran diterapkan secara menyeluruh terhadap judul, tema, penyajian visual, penyajian audio dan materi reklame film.

Bagian Ketiga
Kriteria Penyensoran

Pasal 20

(1) Film dan reklame film yang diajukan ke LSF dapat ditolak seutuhnya, ditolak dengan revisi khusus untuk produksi dalam negeri, dipotong dan/atau dihapus.

(2) Film dan reklame film yang secara tematis ditolak secara utuh, adalah:

a. yang cerita dan penyajiannya menonjolkan suatu paham atau ideologi politik yang menjurus kepada adu domba yang diperkirakan dapat mengganggu politik dan keamanan nasional;

b. yang cerita dan penyajiannya menonjolkan adegan-adegan seks secara berlebihan;

c. yang cerita dan penyajiannya menonjolkan adegan-adegan kritik sosial yang mendiskreditkan sesuatu golongan secara berlebihan;

d. yang cerita dan penyajiannya menonjolkan adegan-adegan kekerasan, kekejaman, dan kejahatan secara berlebihan, sehingga mengesankan kebaikan dapat dikalahkan oleh kejahatan;

e. yang cerita dan penyajiannya menonjolkan adegan-adegan yang bersifat anti Tuhan dan mendiskreditkan salah satu agama yang diakui di Indonesia.

(2) Bagian-bagian yang perlu dipotong atau dihapus dalam suatu film dan reklame film dari segi Ideologi dan Politik, adalah :

a. setiap adegan dan penggambaran yang merugikan upaya pemantapan dan pelestarian nilai-nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;

b. setiap adegan dan penggambaran yang membenarkan ajaran komunisme, Marxisme/Leninisme, Maoisme, kolonialisme, mperialisme, dan fasisme;

c. setiap gambar atau lambang yang dapat memberikan asosiasi atas pemujaan kebenaran komnuisme, Marxisme/Leninisme dan Maoisme.

(3) Bagian-bagian yang perlu dipotong atau dihapus dalam suatu film dan reklame film dari segi Sosial Budaya, adalah :

a. adegan seorang pria atau wanita dalam keadaan atau mengesankan telanjang bulat, baik dilihat dari depan, samping, atau dari belakang;

b. close up alat vital, paha, buah dada, atau pantat, baik dengan penutup maupun tanpa penutup;

c. adegan ciuman yang merangsang, baik oleh pasangan yang berlainan jenis maupun sesama jenis, yang dilakukan dengan penuh birahi;

d. adegan, gerakan atau suara persenggamaan atau yang memberikan kesan kesan persenggamaan, baik oleh manusia maupun oleh hewan, dalam sikap bagaimanapun, secara terang-terangan atau terselubung;

e. gerakan atau perbuatan onani, lesbian, homo atau oral sex;

f. adegan melahirkan, baik manusia maupun hewan, yang dapat menimbulkan birahi;

g. menampilkan alat-alat kontrasepsi yang tidak sesuai dengan fungsi yang seharusnya atau tidak pada tempatnya; atau

h. adegan-adegan yang dapat menimbulkan kesan tidak etis.

(4) Bagian-bagian yang perlu dipotong atau dihapus dalam suatu film dan reklame film dinilai dari segi Ketertiban Umum, adalah :

a. pelaksanaan hukuman mati dengan cara apa pun yang digambarkan secara rinci, sehingga menimbulkan kesan penyiksaan di luar batas peri kemanusiaan;

b. penampilan tindakan kekerasan dan kekejaman dan/atau akibatnya, sehingga menimbulkan kesan sadisme; atau

c. penggambaran kebobrokan mengenai pribadi seseorang yang masih hidup atau yang sudah meninggal, sesuatu golongan dan/atau lingkungan di dalam masyarakat secara berlebih-lebihan.

Pasal 20

Pedoman Penyensoran dan Kriteria Penyensoran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 dan Pasal 20, dilaksanakan oleh para anggota LSF dengan penuh rasa tanggung jawab dan memperhatikan sifat kontekstual sebuah film, kemajuan teknologi serta perkembangan tata nilai di dalam masyarakat.

Unless otherwise stated, the content of this page is licensed under Creative Commons Attribution-Share Alike 2.5 License.