BAB I
Welcome to the Jungle!
Blue Film Digital
Gelombang Pornografi Awal 90-an
Video Digital
Portable Video Player
500 Video Porno Indonesia!
BAB II
Gelombang Pertama : VCD Porno Made in Indonesia
Pornografi: Tayangan Digital Terkini
VCD Porno produk Lokal
Ciri-ciri Film Porno Gelombang Pertama Indonesia
Mengapa Membuat Film Porno?
'Kebangkitan’ Film Porno Indonesia
Anak Muda dan Film Sex Indonesia
Pertanyaannya adalah: Mengapa Anak Muda melakukannya?
Anak Muda Kehilangan Arah?
Produk Media, Sastra dan Film
Media Massa dan Pornografi
Model Wanita Sexy dan Media Massa
Tayangan Televisi Indonesia
BAB IV
Investigasi 500 film porno Indonesia!
Proses Penyebaran Film Porno Indonesia
BAB V
Video Porno dalam Handphone!
Format File Video Digital
3G dan Fenomena terkini
Fenomena Mini Video Cabul!
Mengapa Membuat Video Cabul?
Crime dan Voyeurism
Mini Video Cabul: Penyimpangan penggunaan teknologi media komunikasi, masa kini dan masa depan
Yang dikatakan Anak Muda Indonesia dalam buku ini adalah anak-anak muda yang lahir di akhir tahun 1970-an dan 1980-an dan masih berstatus pelajar dan mahasiswa di tahun 1998-2006. Nuraini Juliastuti (2006), dalam sebuah tulisannya mengatakan bahwa para mahasiswa yang berhasil menumbangkan Suharto pada 1998 memperoleh legitimasi sejarah. Tetapi para mahasiswa ini kehilangan relevansi dengan terhadap isu politis yang seharusnya mereka lanjutkan untuk membangun negeri ini. Sejak pergerakan mahasiswa mencapai sukses dengan menumbangkan orde baru, para mahasiswa ini kembali ke kampus. Mereka mencari penyaluran terhadap euphoria reformasi yang berhasil mereka buat. Namun mereka menyalurkannya pada pencarian identitas diri lewat gaya hidup, budaya pop, fashion dan tren masa kini sebagai ekspresi kemandirian, kemerdekaan dan kebanggaan atas usia muda mereka.
Nanda dan Amed, pelaku dan pembuat video porno “Bandung Lautan Asmara” adalah sosok anak muda yang mempunyai ciri-ciri di atas. Mereka berpikiran bebas, merdeka dan mengembangkan budaya pop serta kebebasan ekspresi lewat film yang mereka buat. Nanda dan Amed berusia 20 tahun dan masih berstatus mahasiswa. Dan sebenarnya mereka adalah anak-anak muda yang kreatif, ekspresif dan menikmati kemerdekaannya di era reformasi. Hanya akhirnya mereka menjadi korban atas ulahnya sendiri yang mencampuradukkan kebebasan berekspresi dan hubungan seks yang seharusnya berada di wilayah tersembunyi dan rahasia, menjadi bulan-bulanan konsumsi publik.
Sejak menyebarnya film “Bandung Lautan Asmara” lewat berbagai macam media, VCD dan Internet, terjadi perdebatan yang tidak kunjung habis. Anak muda dianggap sebagai generasi ceroboh dan tidak bermoral, namun anehnya jumlah pengakses dan penikmat tayangan tersebut mencapai angka puluhan juta hingga saat ini. Tidak bisa dipastikan, berapa besar prosentase anak muda dan kaum orang tua yang telah menonton dan menikmati film ini.